Pragmatisme berasal
dari kata “pragma” (bahasa yunani) yang berarti tindakan, perbuatan.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaransesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata.
Pragmatisme
berpandangan bahwa substansi kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki
fungsi dan manfaat bagi kehidupan. Misalnya, beragama sebagai
kebenaran, jika agama memberikan kebahagiaan, menjadi dosen adalah kebenaran
jika memperoleh kenikmatan intelektual, mendapatkan gaji atau apapun yang
bernilai kuantitatif atau kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemadharatan,
tindakan yang dimaksud bukan kebenaran, misalnya memperistri perempuanyang
sakit jiwa adalah perbuatan yang membahayakan dan tidak dapat di kategorikan
sebagai serasa dengan tujuan pernikahannya dalam rangka mencapai keluarga sakinah,
mawadah warahmah.
Filosof yang terkenal
sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.
1. William James (1842-1920M)
Pandangan filsafatnya
diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang
bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab,
pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam
perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa
yang kita anggap benar dapat di koreksi oleh pengalaman berikutnya. Menurut
James, dunia tidak dapat di terangkan dengan berpangkal pada satu asas saja.
Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan.
2. John Dewey (1859 M)
Sebagai pengikut
filsafat pragmatisme, john dewey mengatakan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam
pemikiran-pemikiran metafisis hang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh
karena itu, filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara
kritis. Menurutnya, tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan
berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan
itu. Oleh karena itu, berpikir merupakan alat (instrumen) untuk bertindak.
Sumber :
Drs.
Atang Abdul Hakim, M.A. & Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat
Umum “Dari Metologi Sampai Teofilosofi”, Bandung: Pustaka Setia,
2008
0 komentar:
Posting Komentar