Sumber pokok dari filsafat ini
terdapat pada kitab-kitab Upanisad. Upanisad berasal dari bahasa Sankerta, Upa
yang berarti dekat , ni berarti di bawah dan Sad berarti duduk , Upanisad
artinya duduk berdekatan di bawah kaki Guru. Maksudnya adalah bahwa sikap siswa
yang duduk dihadapan Guru untuk menerima ajaran yang bersifat rahasia.
Kalau dalam zaman Brahmana pemikiran
filsafat India bersifat belum teratur maka di dalam zaman Upanisad sudah lahir
dalam arti yang sesungguhnya tapi masih belum merupakan kesatuan pemikiran yang
sistimatis dan terkoordinir. Hal ini disebabkan Upanisad karena
pemikiran-pemikiran filsafat masih tersebar yang merupakan karya dari banyak
Guru-Guru yang bekerja sendiri-sendiri sehingga belum kelihatan suatu kesatuan
organis karena kitab Upanisad adalah pemikiran keagamaan.
Ajaran yang bekerja
sendiri-sendiri sehingga belum kelihatan suatu kesatuan organis karena kitab
Upanisad adalah pemikiran keagamaan. Ajaran yang menonjol dalam Upanisad adalah
pemikiran yang monistis dan absolutis. Bahwa segala sesuatu yang begitu beragam
ini diturunkan dari satu asas yang merupakan realitas tertinggi. Realitas itu
disebut sebagai Brahman. Dalam Kena Upanisad dewa tertinggi adalah Brahman,
walaupun masih ada dewa-dewa lainnya yang lebih rendah. Taittirija Upanisad
mengatakan bahwa hanya ada satu dewa yaitu Brahman. Dalam Katha Upanisad
dikatakan bahwa Brahman yang transenden berada di luar alam semesta, akan
tetapi masih ada Brahman yang imanen yang ada dalam alam semesta, bahkan dalam
diri manusia.
Brahman bersifat Saccitananda.
Sat artinya ada. Hanya Brahman yang memiliki keberadaan, Ia satu-satunya yang
ada. Cit berarti kesadaran. Bahwa Brahma bersifat rohani. Ananda artinya damai
atau bahagia. Bahwa Brahma meliputi dan mempersatukan yang ada yang hanya
merupakan kebahagiaan saja. Dengan demikian Brahman bersifat saccitananda
berarti bahwa Brahma adalah satu-satunya realitas rohani yang bersifat
mutlakdan meliputi segala yang ada dengan penuh kebahagiaan.
Upanisad juga mengatakan bahwa hakekat
manusia adalah atman. Atman tidak boleh berbeda dengan Brahman. Brahman sebagai
azaz kosmos adalah sama dengan atman sebagai azas hidup manusia. Dengan kata lain bahwa Atman itu adalah Brahman yang
menjadi imanen dimana yang tidak terbatas itu menjadi terbatas. Tat twam asi,
Aku adalah Engkau. Aham Brahma asmi, aku adalah Brahman. Manusia pada
hakekatnyaadalah Atman, merupakan percikan terkecil dari Brahman. Manusia
memiliki lima indra persepsi (buddhendriya) : daya untuk berbicara,
penciun, perasa,
peraba dan lima indra penggerak
(karmendriya) : daya untuk berbicara, daya untuk memegang, daya untuk berjalan,
daya untuk membuang kotoran dan daya untuk mengeluarkan benih. Kesepuluh indra
ini dibawah pengawasan Manas. Manas merupakan pusat dari indra yang tugasnya
pengamatan dan bertindak.Tanpa Manas peralantan indria-indria tidak ada
gunanaya. Diatas Manas ada Buddhi atau inteligensia, dan yang paling diatas ada
Atman yang menguasai Buddhi, Manas, Buddhendriya dan Karmendriya. Di luar
Brahman dan Atman tidak ada sesuatu. Hanya Brahman dan Atmanlah yang nyata, di
luar itu tidak ada sesuatu yang nyata. Dunia yang tampak ini hanyalah suatu
hayalan saja. Dunia ini Maya.
Di zaman Upanisad ini juga diajarkan
Karma atau perbuatan yang berakar pada ajaran tentang Rta. Karma atau perbuatan
juga mempunyai buah perbuatan atau Karma Phala. Perbuatan baik akan berbuah
baik, perbuatan jelek akan berbuah jelek pula. Manusia kalau demikian merupakan
hasil dari perbuatannya sendiri. Karma tidak saja menguasai kehidupan manusia
yang akan dating tapi juga kehidupan manusia yang telah lalu. Hidup manusia
yang sekarang ditentukan oleh kehidupannya yang lalu dan kehidupannya yang
sekarang menentukan kehidupannya yang akan datang.
Demikianlah manusia dilahirkan,
hidup, mati dan dilahirkan kembali, hidup mati lagi dan dilahirkan kembali,
demikian seterusnya tidak ada awal tidak ada akhir. Kelahiran yang terus
menerus seperti itu disebut Samsara atau Punarbawa atau reinkarnasi.
Jika seseorang mati maka akunya yang
halus bersama dengan perbuatannya masih melekat. Kecenderungan-kecenderungannya
yang lalu masih menyertainya, ia masih ingin untuk melakukannya, ia diikat oleh
samsara. Membinasakan keinginan syaratnya adalah harus mengenal diri kita yang
sejati yaitu Atman yang sama dengan Brahman. Inilah pencerahan yang sejati yang
berkulminasi pada Saniasin atau Biksuka yaitu penyangkalan diri untuk mencapai
kebebasan atau Moksa.
0 komentar:
Posting Komentar