Corak Filsafat Bangsa Yunani

Jika dilihat kebelakang corak filsafat bangsa Yunani, maka sudah barang tentu bukan melihat keruntuhan Yunani yang telah lama ditinggalkanDi sini yang akan ditinjau dan dipahami serta yang dihadapi adalah unsur-unsur yang sebagian besar menjadi fondasi bangunan untuk kultur modern. Contohnya adalah jika dirunut jalan pikiran yang logis, maka mau tak mau adalah meneruskan tradisi yang diwarisi dari orang Yunani. Bertolak dari itu, apabila diamati secara seksama, maka betapa banyak kategori pikiran yang dipakainya sekarang. Oleh sebab itu dengan tidak disadarinya bahwa perkembangan sekarang ini berasal dari kebudayaan Yunani atau setidak tidaknya orang Yunani memberikan landasannya.
Untuk seorang filsuf atau ahli di bidang filsafat, sudah tentu banyak alasan untuk menaruh perhatian kepada filsafat Yunani. Ditinjau secara kronologis adanya filsafat (filsafat Barat) seluruhnya, maka era filsafat purba jaman Yunani mempunyai kedudukan istimewa, sebab di Yunani ditemui munculnya filsafat itu sendiri. Jadi mempelajari filsafat Yunani artinya menyaksikan kelahiran filsafat itu sendiri, sehingga tidak ada pemahaman filsafat yang lebih ideal kecuali studi tentang pertumbuhan pemikiran filsafat di negeri Yunani. Hal ini pernah dikatakan oleh Alfred Whitehead seorang filsuf modern mengenai Plato sebagai berikut: “All Western philosophy is but a series of footnes to Plato”. Bila dilihat secara harafiah tampaknya kata kata ini sangat melebih lebihkan pada diri Plato, namun sebenarnya tidak, sebab pada Plato dan umumnya dalam seluruh filsafat Yunani tetap berjumpa dengan problem problem filsafat yang masih dipersoalkan sampai masa kini.  Tema-tema filsafat Yunani, seperti “ada”, “menjadi”, “substansi”, “ruang”, “waktu”, “kebenaran”, “jiwa”, “pengenalan”, dan “Tuhan” merupakan tema-tema pula bagi filsafat secara umum.Begitu pula para filsuf Yunani satu kali untuk selamanya menjuruskan pemikiran filsafat selanjutnya, sehingga filsafat sekarang masih tetap bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan yang untuk pertama kalinya dikemukakan dalam kalangan mereka.

 Bicara tentang filsafat ciptaan Yunani tampaknya tidak boleh menghindar bahwa sebenarnya mengalami banyak kesulitan. Banyak orang mengatakan bahwa pembicaraan periode filsafat purba Yunani ini adalah “The early Greek period is more a field for fancy than for fact”. Jadi kesulitan kesulitannya berasal dari keadaan sumber, karena pikiran dari para filsufnya di mana disimpan untuk bisa ditemukan dan dipelajarinya. Di samping itu, ada juga beberapa filsuf Yunani yang tidak pernah menulis satu barispun, misalnya Thales, Pythagoras, dan Sokrates. Sehingga untuk mengetahui jalan pikiran mereka terpaksa harus percaya dari kesaksian orang lain yang berbicara tentang ajaran mereka, seperti percaya pada tulisan dan pembicaraan para murid ataupun teman sejawatnya. Selain itu, ada filsuf filsuf yang meskipun menulis satu karangan atau lebih, namun tulisan itu sudah hilang entah di mana, sehingga harus merasa puas dengan beberapa fragmen yang telah dikutip oleh para pengarang lain dengan kesaksian isi ajaran mereka. Disinilah problem muncul, yaitu kesaksian bagaimana yang harus dipercaya tentang pikiran filsuf dimaksud. Problem tentang sumber atau refrensi terutama muncul apabila yang dibicarakan adalah para filsuf yang mendahului Sokrates dan karenanya filsufnya pun lalu dijuluki “filsuf filsuf pra-Sokratik”. Meskipun banyak ditemui banyak kesulitan, namun masih bisa dibilang beruntung, karena mendapati sumber sumber yang jauh lebih memuaskan untuk ketiga karya filsuf Yunani yang dibilang besar, yaitu Plato, Aristoteles, dan Plotinus.

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 26 Desember 2016

Corak Filsafat Bangsa Yunani

Diposting oleh Unknown di 05.56
Jika dilihat kebelakang corak filsafat bangsa Yunani, maka sudah barang tentu bukan melihat keruntuhan Yunani yang telah lama ditinggalkanDi sini yang akan ditinjau dan dipahami serta yang dihadapi adalah unsur-unsur yang sebagian besar menjadi fondasi bangunan untuk kultur modern. Contohnya adalah jika dirunut jalan pikiran yang logis, maka mau tak mau adalah meneruskan tradisi yang diwarisi dari orang Yunani. Bertolak dari itu, apabila diamati secara seksama, maka betapa banyak kategori pikiran yang dipakainya sekarang. Oleh sebab itu dengan tidak disadarinya bahwa perkembangan sekarang ini berasal dari kebudayaan Yunani atau setidak tidaknya orang Yunani memberikan landasannya.
Untuk seorang filsuf atau ahli di bidang filsafat, sudah tentu banyak alasan untuk menaruh perhatian kepada filsafat Yunani. Ditinjau secara kronologis adanya filsafat (filsafat Barat) seluruhnya, maka era filsafat purba jaman Yunani mempunyai kedudukan istimewa, sebab di Yunani ditemui munculnya filsafat itu sendiri. Jadi mempelajari filsafat Yunani artinya menyaksikan kelahiran filsafat itu sendiri, sehingga tidak ada pemahaman filsafat yang lebih ideal kecuali studi tentang pertumbuhan pemikiran filsafat di negeri Yunani. Hal ini pernah dikatakan oleh Alfred Whitehead seorang filsuf modern mengenai Plato sebagai berikut: “All Western philosophy is but a series of footnes to Plato”. Bila dilihat secara harafiah tampaknya kata kata ini sangat melebih lebihkan pada diri Plato, namun sebenarnya tidak, sebab pada Plato dan umumnya dalam seluruh filsafat Yunani tetap berjumpa dengan problem problem filsafat yang masih dipersoalkan sampai masa kini.  Tema-tema filsafat Yunani, seperti “ada”, “menjadi”, “substansi”, “ruang”, “waktu”, “kebenaran”, “jiwa”, “pengenalan”, dan “Tuhan” merupakan tema-tema pula bagi filsafat secara umum.Begitu pula para filsuf Yunani satu kali untuk selamanya menjuruskan pemikiran filsafat selanjutnya, sehingga filsafat sekarang masih tetap bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan yang untuk pertama kalinya dikemukakan dalam kalangan mereka.

 Bicara tentang filsafat ciptaan Yunani tampaknya tidak boleh menghindar bahwa sebenarnya mengalami banyak kesulitan. Banyak orang mengatakan bahwa pembicaraan periode filsafat purba Yunani ini adalah “The early Greek period is more a field for fancy than for fact”. Jadi kesulitan kesulitannya berasal dari keadaan sumber, karena pikiran dari para filsufnya di mana disimpan untuk bisa ditemukan dan dipelajarinya. Di samping itu, ada juga beberapa filsuf Yunani yang tidak pernah menulis satu barispun, misalnya Thales, Pythagoras, dan Sokrates. Sehingga untuk mengetahui jalan pikiran mereka terpaksa harus percaya dari kesaksian orang lain yang berbicara tentang ajaran mereka, seperti percaya pada tulisan dan pembicaraan para murid ataupun teman sejawatnya. Selain itu, ada filsuf filsuf yang meskipun menulis satu karangan atau lebih, namun tulisan itu sudah hilang entah di mana, sehingga harus merasa puas dengan beberapa fragmen yang telah dikutip oleh para pengarang lain dengan kesaksian isi ajaran mereka. Disinilah problem muncul, yaitu kesaksian bagaimana yang harus dipercaya tentang pikiran filsuf dimaksud. Problem tentang sumber atau refrensi terutama muncul apabila yang dibicarakan adalah para filsuf yang mendahului Sokrates dan karenanya filsufnya pun lalu dijuluki “filsuf filsuf pra-Sokratik”. Meskipun banyak ditemui banyak kesulitan, namun masih bisa dibilang beruntung, karena mendapati sumber sumber yang jauh lebih memuaskan untuk ketiga karya filsuf Yunani yang dibilang besar, yaitu Plato, Aristoteles, dan Plotinus.

0 komentar on "Corak Filsafat Bangsa Yunani"

Posting Komentar