Tentang
pemikiran aksiologi Al Farabi ini, tidak bisa dipisahkan dari pandangannya
tentang etika kepemimpinan dan negara. Dimana dalam buku karangannya kitabu
ara’u ahlil madinatil fadhilah dibahas
secara khusus tentang keduanya dalam pasal tentang alqaulu
fiil adhwi arrais (kelompok para pemimpin) dan alqaulu
fii Khashali raisil madinatil fadhilah (ciri-ciri
pemimpin madinatul fadhilah).
Al Farabi
mengemukakan pandangannya tentang seperti apa ciri-ciri seorang pemimpin adalah
pemimpin yang dapat memakmurkan negaranya dan utamanya memiliki syarat berikut:
(1) sempurna tubuhnya (sehat secara lahiriyah). (2) mamahami segala bentuk
pesoalan yang dilakoninya (persoalan negara). (3) memiliki kecerdasan yang
tinggi. (4) memiliki ingatan yang kuat. (5) memiliki ketanggapan terhadap
setiap persoalan yang ada secara cepat. (6) memiliki tutur kata yang baik. (7)
cinta kepada ilmu pengetahuan dan senantiasa mengupdate pengetahuan yang
dimilikinya. (8) senantiasa menghiasi diri dengan kejujuran dan dapat dipercaya.
(9) mengutamakan keadilan (10) memiliki kemauan yang kuat. (11) memiliki cita-cita
atau visi yang jelas. (12) tidak rakus dan menjauhi kemewahan yang bersifat
jasmani.
Namun,
menurut Al Farabi, jika syarat utama tersebut tidak dapat dipenuhi, maka dapat
digunakan syarat sekunder berikut: (1) dia adalah seorang filsuf; (2) cerdas
dan cakap dalam urusan syariat; (3) memiliki kemampuan dalam memberikan solusi
hukum syariat yang belum dijelaskan oleh para ahli atau ulama terdahulu; (4)
memiliki kemampuan analisis terhadap problematika sosial yang ada; (5) memiliki
kemampuan dalam hal historisitas atas tradisi-tradisi sebelumnya; (6) memiliki
kemampuan dalam ilmu perang.
Syarat
sekunder ini dengan sendirinya dapat dikatakan jauh dari teori Plato tentang
seorang pemimpin negara meskipun pada poin pertamanya sama dan ini juga sekali
lagi menjadi ciri khas dari Al Farabi yang lebih mengedepankan aspek atau unsur
ajaran Islam dalam pandangannya ini. Konsep negara sendiri yang berusaha
ditawarkan oleh Al Farabi adalah negara yang yang memiliki pemimpin dan rakyat
yang saleh dan suci yang telah memperoleh kebahagiaan yang hakiki dan
senantiasa membawa diri mereka ke dalam cahaya yang terang benderang (baldhatun thayyibatun wa rabbul ghafur).
Jadi, bisa
dikatakan teori Al Farabi mengenai negara ini hampir sama dengan apa yang
diangan-angankan oleh Plato dalam Republik-nya. Dimana seluruh orang yang ada
di dalamnya dipimpin oleh seorang pemimpin yang bijaksana, adil, cakap dan
mengerti segala sesuatu hal tentang kehidupan agar dapat mengayomi rakyatnya
secara baik dan benar sehingga menjadikan rakyatnya menjadi makmur, aman dan
sejahtera.
Sumber
: Madkour,
Ibrahim, 1992, “Al-Farabi” dalam MM. Syarif (Ed), History of Muslim Philosophy, alih bahasa Ilyas Hasan, Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar