Al-Ghazali

Memiliki pemikiran berisi tiga persoalan filsafat yaitu ilmu mantq, metafiska dan fisika yang diuraikan dengan sejujur-jujurnya. Seolah-olah ia seorang filosuf yang menulis tentang kefilsafatan dalam karyanya Maqashid Al Falasifah, sesudah itu ia menulis sebuah buku Tahafutu al Falasifah dimana ia bertindak bukan sebagai seorang filosuf, melainkan sebagai seorang tokoh Islam yang hendak mengkritik filsafat dan menunjukkan kelemahan-kelemahannya serta kejanggalan-kejanggalannya yaitu dalam hal-hal yang berlawanan dengan agama. 
Dengan demikian dia seorang filosuf yang sanggup menggugat dirinya sendiri. Ia jujur, konsekuen dan tegas dalam pendirian. Selalu nengacu pada kebenaran yang didasarkan pada ajaran Islam.  Menurut Al-Ghazali agama tidak melarang ataupun memerintahkan mempelajari ilmu matematika, karena ilmu adalah hasil pembuktian pemikiran orang yang tidak bisa diingkari, sesudah dipahami dan dimengerti. Tetapi ilmu dimaksud menimbulkan 2 keberatan: 
(1) Karena keberatan dan ketelitian ilmu-ilmu matematika, maka boleh jadi orang ada yang mengira bahwa semua lapangan filsafat demikian pula keadaannya, sampaipun dalam lapangan ketuhanan; (2) Sikap yang timbul dari pemeluk Islam yang bodoh yaitu menduga bahwa untuk menegakkan agama, harus mengingkari semua ilmu yang berasal dari filosuf-filosuf, dan mengatakan bahwa mereka bodoh semua, sehingga pendapat-pendapat mereka tentang gerhana juga harus diingkari dan dianggap berlawanan dengan syara’.
Lapangan logika menurut Al-Ghazali juga tidak ada sangkut pautnya dengan agama, atau dengan kata lain agama tidak memerintahkan atau melarang logika. Logika berisi tentang penyelidikan dalil-dalil pembuktian, qiyas-qiyas (sylogisme), syarat-sayarat pembuktian (burhan), definisi-definisi dan sebagainya. Semua persoalan ini tidak perlu diingkari, sebab masih sejenis dengan yang dipakai oleh ulama-ulama theologi Islam meskipun kadang-kadang berbeda istilah dan kata-katanya. Bahasa yang ditimbulkan oleh logika dari filosuf-filosuf, ialah karena syarat-syarat pembuktian tersebut juga menjadi pendahuluan dalam soal-soal ketuhanan (metafisika), sedang sebenarnya tidak demikian.

Ilmu fisika menurut Al-Ghazali, membicarakan tentang planet-planet, unsur-unsur (benda-benda) tunggal, seperti air, hawa tanah dan api: kemudian benda-benda tersusun seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, logam, sebab-sebab perubahan dan pelarutannya. Pembahasan tersebut sejenis dengan pembahasan langan kedokteran, yaitu menyelidiki tubuh orang, anggota-anggota badannya dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Sebagaimana untuk agama tidak diisyaratkan mengingkari ilmu kedokteran, maka demikian pula fisika juga tidak perlu diingkari, kecuali dalam beberapa hal yang disebutkan dalam buku Tahafutu Al Falasifah, yang disimpulkan bahwa alam semesta ini dikuasai (tunduk) kepada Tuhan, tidak bekerja dengan diri sendiri, tetapi bekerja karena Tuhan zat pencipta.

0 komentar:

Posting Komentar

Senin, 26 Desember 2016

Al-Ghazali

Diposting oleh Unknown di 04.55
Memiliki pemikiran berisi tiga persoalan filsafat yaitu ilmu mantq, metafiska dan fisika yang diuraikan dengan sejujur-jujurnya. Seolah-olah ia seorang filosuf yang menulis tentang kefilsafatan dalam karyanya Maqashid Al Falasifah, sesudah itu ia menulis sebuah buku Tahafutu al Falasifah dimana ia bertindak bukan sebagai seorang filosuf, melainkan sebagai seorang tokoh Islam yang hendak mengkritik filsafat dan menunjukkan kelemahan-kelemahannya serta kejanggalan-kejanggalannya yaitu dalam hal-hal yang berlawanan dengan agama. 
Dengan demikian dia seorang filosuf yang sanggup menggugat dirinya sendiri. Ia jujur, konsekuen dan tegas dalam pendirian. Selalu nengacu pada kebenaran yang didasarkan pada ajaran Islam.  Menurut Al-Ghazali agama tidak melarang ataupun memerintahkan mempelajari ilmu matematika, karena ilmu adalah hasil pembuktian pemikiran orang yang tidak bisa diingkari, sesudah dipahami dan dimengerti. Tetapi ilmu dimaksud menimbulkan 2 keberatan: 
(1) Karena keberatan dan ketelitian ilmu-ilmu matematika, maka boleh jadi orang ada yang mengira bahwa semua lapangan filsafat demikian pula keadaannya, sampaipun dalam lapangan ketuhanan; (2) Sikap yang timbul dari pemeluk Islam yang bodoh yaitu menduga bahwa untuk menegakkan agama, harus mengingkari semua ilmu yang berasal dari filosuf-filosuf, dan mengatakan bahwa mereka bodoh semua, sehingga pendapat-pendapat mereka tentang gerhana juga harus diingkari dan dianggap berlawanan dengan syara’.
Lapangan logika menurut Al-Ghazali juga tidak ada sangkut pautnya dengan agama, atau dengan kata lain agama tidak memerintahkan atau melarang logika. Logika berisi tentang penyelidikan dalil-dalil pembuktian, qiyas-qiyas (sylogisme), syarat-sayarat pembuktian (burhan), definisi-definisi dan sebagainya. Semua persoalan ini tidak perlu diingkari, sebab masih sejenis dengan yang dipakai oleh ulama-ulama theologi Islam meskipun kadang-kadang berbeda istilah dan kata-katanya. Bahasa yang ditimbulkan oleh logika dari filosuf-filosuf, ialah karena syarat-syarat pembuktian tersebut juga menjadi pendahuluan dalam soal-soal ketuhanan (metafisika), sedang sebenarnya tidak demikian.

Ilmu fisika menurut Al-Ghazali, membicarakan tentang planet-planet, unsur-unsur (benda-benda) tunggal, seperti air, hawa tanah dan api: kemudian benda-benda tersusun seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, logam, sebab-sebab perubahan dan pelarutannya. Pembahasan tersebut sejenis dengan pembahasan langan kedokteran, yaitu menyelidiki tubuh orang, anggota-anggota badannya dan reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Sebagaimana untuk agama tidak diisyaratkan mengingkari ilmu kedokteran, maka demikian pula fisika juga tidak perlu diingkari, kecuali dalam beberapa hal yang disebutkan dalam buku Tahafutu Al Falasifah, yang disimpulkan bahwa alam semesta ini dikuasai (tunduk) kepada Tuhan, tidak bekerja dengan diri sendiri, tetapi bekerja karena Tuhan zat pencipta.

0 komentar on "Al-Ghazali"

Posting Komentar