Pandangan zoon politikon ditemukan dalam pandangan filsafat
politiknya Aristoteles yang memberikan banyak kontribusi pada pandangan
filsafat politik setelahnya. Ambil contoh seperti al-Farabi dalam dunia islam,
menulis pandangan politiknya dalam buku al-Madinah
al-Fadilah (Negara Utama)
yang terinspirasi Aristoteles. Di sini, penulis ingin menakar hubungan antara
manusia sebagai zoon politikon dan perkembangannya dalam pembentukan
sebuah negara (polis) dan sebuah konstitusi sebagai regulasi politik. Di
sisi lain, moralitas menjadi pandangan Aristoteles yang sangat penting dalam
melihat perkembangan politik di atas. Oleh sebab itu, keduanya tidak dapat
dipisahkan dalam praktek politik. Sebagaimana perkembangan politik sekarang,
nalar kritis terhadap pandangan Aristoteles di rasa masih sangat relevan jika
kita kontekstualisasikan atau dilakukan suatu perbandingan dengan masa
sekarang, khusunya di Indonesia.
Asal Usul Negara
Sebagai murid
dari Plato, Aristoteles berbeda dengan gurunya yang berpandangan idealistik.
Aristoteles adalah antitesa dari Plato yang seluruh pandangan filsafatnya
empiris-realis. Karya politik Aristoteles yang terkenal adalah Politics dan The
Athenian Constitution. Dalam
bukunya, Aristoteles menguraikan konsep-konsep dasar dalam ilmu politik seperti
asal mula negara, negara ideal, warga negara ideal, pembagian kekuasaan
politik, keadilan serta kedaulatan, penguasa yang ideal, konstitusi dan tentang
stabilitas sebuah negara.
Kemunculan
negara menurut Aristoteles tidak dapat dipisahkan dari watak manusia sendiri
atau ini merupakan insting sosial seseorang. Karena itu penyebutan manusia
adalah zoon politikon atau makhluk berpolitik. Dengan definisi seperti ini,
sebuah negara merupakan kepastian, karena merupakan sebuah sarana agar makhluk
berpolitik tersebut dapat berinteraksi dan beraktualisasi.
Negara
dalam bentuknya yang paling sederhana dianalogikan seperti sebuah keluarga.
Keluarga merupakan unit atau komponen negara yang paling sederhana dan yang
paling paripurna adalah negara. Hubungan antar keluarga membentuk sebuah desa
sebagai komponen yang menyatukan antar keluarga berdasarkan kebutuhan
masing-masing. Di sini, kebutuhan menjadi landasan hubungan sebuah negara,
karena kebutuhan tentunya mensyaratkan ketergantungan pada keluarga lain dan
begitu seterusnya.
Bentuk-bentuk
Negara dan Konstitusi
Negara
ideal menurut Aristoteles adalah polis atau negara kota. Negara bentuk polis memiliki bayangan sebuah negara yang
tidak terlalu besar dan kecil. Tentang kekuasaan negara polis, Aristoteles berpendapat
bahwa karena negara merupakan tingkat tertingi maka ia memiliki kekuasaan
mutlak atau absolut. Tujuan negara menurut Aristoteles pada prinsipnya sama
dengan tujuan manusia yaitu agar mencapai kebahagiaan. Maka negara oleh sebab
itu bertugas untuk dan mengusahakan kebahagiaan dan kesejahteraan penduduknya.
Selain itu negara dalam pandangan Aristoteles harus memiliki sebuah konstitusi
di mana konstitusi terkait dengan sebuah jabatan pemerintah dan ini mewakili
konstitusi. Dengan kata lain jabatan yang di pegang oleh seseorang dalam sebuah
pemerintahan harus berdasarkan konstitusi yang telah disepakati dalam sebuah
negara dalam bentuk keutamaan.
Konstitusi
menurut Aristoteles paling tidak harus terdiri dari tiga bagian, diantaranya;
bagian pembuat hukum yang menguji hal-hal yang bermanfaat untuk keentingan
umum. Adapun bagian tersebut adalah instansi yang yang memberi pertimbangan
tentang hal-hal publik, kedua adalah para pejabat, dan terakhir adalah
peradilan. Negara yang ideal dalam pandangan Aristoteles berkaitan erat dengan
moralitas. Pandangan ini kemudian dapat mengklasifikasikan sebuah negara pada
bentuk yang baik dan buruk. Negara yang baik adalah negara yang dapat
melaksanakan tugasnya sebagai penjamin warga negara dan yang buruk adalah
negara yang gagal.
Untuk
menetapkan sebuah bentuk negara Aristoteles menetapkan beberapa kriteria
diantaranya; pertama, berapa jumlah orang yang memegang kekuasaan, apakah
dipegang satu orang, beberapa orang ataukah banyak. Kedua, apa tujuan
dibentuknya negara. Apakah bertujuan untuk mensejahterakan dan demi
kebaikan umum ataukah hanya untuk si penguasa saja. Berdasarkan kritera ini.
negara dapat diklasifikasikan pada beberapa kategori. Negara monarki, apabila
kekuasaan di tangan satu orang, bertujuan untuk kebaikan dan kesejahteraan
semua. Maka ini bentuk pemerintahan terbaik, negara ideal. Adapun bentk
penyimpangan terhadap konstitusinya adalah tirani. Di mana kekuasan di tangan
satu orang dan kekuasaan demi kepentinan pribadi dan sewenang-wenang.
Kedua,
adalah bentuk aristokrasi di mana kekuasaan negara dipegang oleh beberapa orang
dan bertujuan baik demi kepentingan umum. Adapun penyimpangan terhadap bentuk
negara seperti ini adalah oligarki di mana kekuasan kelompok kaya menjadi
dominan dan penyaluran pada masyarakat umum menjadi terhambat. Kepentingan
oligarki menekankan pada kepentingan para penguasa kaya saja. Kemudian terakhir
negara yang diideakan oleh Aristoteles adalah bentuk negara yang kekuasaanya
terletak ditangan di tangan orang banyak/rakyat dan bertujuan demi kepentingan
semua masyarakat. Bentuk negara ini adalah politeia dan penyimpangannya adalah demokrasi.
Demokrai bagi Aristoteles bukanlah negara yang ideal karena kekuasaan dipegang
oleh masyarakat miskin dan demi kepentingan mereka.
Sumber :
Hardiman, F.
Budi, Filsafat Politik, teks-teks kunci (diterjemahkan dan dikumpulkan
oleh F. Budi Hardiman), Jakarta, Driyarkara, 2001.
0 komentar:
Posting Komentar