Aliran esensialisme
merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada
zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar
pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan
tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang
meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas
(Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai
filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang
belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia
objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala
pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang
tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan
dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan
ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda,
tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur
dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat
didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri
sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney,
seorang ahli sosiologi dan filosof, menerangkan tentang hakikat sosial dari
hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif, hal ini
berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan
diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara
sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah,
dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Selain itu juga di
warnai dengan pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan
realisme. Imam Bernadib (1981), menyebutkan beberapa tokoh
utama yang berperan dalam penyebaran aliran esensialisme, yaitu:
1. Desiderius
Erasmus, humananis Belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan
permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup
yang berpijak pada dunia lain.
2. Johann
Amos Comenius yang hidup diseputar tahun 1592-1670, adalah
seorang yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa
pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan,
karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
3. Johann
Friederich Herbert yang hidup pada tahun 1776-1841,
sebagais alah seorang murid Immanuel Kant yang berpendapat dengan kritis,
herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang
dengan kebajikan dari yang Mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum
kesusilaan dan inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh
Herbert sebagai ‘pengajaran yang mendidik’.
Tujuan umum aliran
esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan hakikat. Isi
pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan
semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran
dan kegunaan.
0 komentar:
Posting Komentar