Sejarah
pengetahuan itu berkembang melalui tiga tahap yaitu Teologi, Metafisis dan
Positif. hukum tiga tahap
ini merupakan usaha Comte untuk menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia
dari masa primitif sampai peradaban Prancis abad kesembilan belas yang sangat
maju. Mengenai hukum tiga tahap ini, comte menjelaskannya sebagai berikut;
“Dari studi
mengenai perkembangan intelegensi manusia, dan melalui segala zaman, penemuan
muncul dari suatu hukum dasar yang besar. Inilah hukumnya: bahwa setiap
konsepsi kita yang paling maju, setiap cabang pengetahuan kita, berturut-turut
melewati tiga kondisi teoritis yang berbeda; teologis atau fiktif, metafisik
atau abstrak dan ilmiah atau positif”
Dalam tahap
teologis, manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat
kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut.
Kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan kehendak seperti
manusia, tetapi orang percaya bahwa mereka berada pada tingkatan yang lebih
tinggi dari pada makhluk insani biasa. Pada tahapan ini, dimana studi kasusnya
pada masyarakat primitif yang masih hidupnya menjadi obyek bagi alam,
belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai (pengelola) alam atau dapat
dikatakan belum menjadi subyek. Animisme merupakan keyakinan awal yang
membentuk pola pikir manusia, dimana mereka menganggap bahwa benda-benda
memiliki jiwa, lalu beranjak kepada politeisme, yang menganggap adanya
Dewa-dewa yang menguasai suatu lapangan tertentu, dan kemudian Monoteisme yang
menganggap hanya ada satu Tuhan penguasa.
Selanjutnya
tahap metafisik. Tahapan ini merupakan tahap transisi antara tahap teologis dan
positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang
asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi. Tahap terakhir ialah tahap
positif, pada tahap ini gejala alam diterangkan oleh akal budi berdasarkan
hukum-hukumnya yang dapat ditinjau, diuji dan dibuktikan atas cara empiris.
Penerangan ini menghasilkan pengetahuan yang instrumental. Akan tetapi
pengetahuan selalu bersifat sementara, dan tidak mutlak. Karenanya, semangat
positivisme memperlihatkan suatu keterbukaan terus menerus terhadap data baru
atas dasar pengetahuan yang dapat ditinjau kembali.
Sebagai contoh perbedaan
dan peralihan dari tiap tahap tersebut, dapat dilihat misalanya dari penjelasan
tentang angin topan. Pada tahap teologis, hal ini akan dijelaskan sebagai hasl
tindakan lagsung dari seorang dewa angin, atau tuhan yang agung. Dalam tahap
metafisik, hal ini akan dijelaskan sebagai manifestasi dari hukum alam yang
tidak dapat diubah. Dan dalam tahap positif, angin topan akan dijelaskan
sebagai hasil dari kombinasi tertentu dan tekanan-tekanan udara, kecepatan
angin, kelembapan dan suhu.
Sumber :
Atang Abdul
Hakim, Filsafat Umum. Bandung; Pustaka Setia, 2008
0 komentar:
Posting Komentar