FENOMENOLOGISME

 Seorang ahli berpendapat bahwa fenomenologi hanya suatu gaya berpikir, bukan suatu mazhab filsafat. Sementara itu, anggapan para ahli tertentu lebih mengartikan fenomenologi sebagai suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan dan memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat. Khusus dalam pengertian aliran filsafat, beberapa ahli berpendapat bahwa dengan fenomenologi sebagai mazhab filsafat telah terjadi inkonsistensi, antara lain anjuran untuk membebaskan dari asumsi asumsi dalam reduksinya. Sebagai mazhab filsafat, pada kenyataannya, fenomenologi memiliki asumsi-asumsi sebagai dasarnya.
          Edmund Husserl,seorang filosof dan matematikus mengenai intensionalitas atau pengarahan melahirkan filsafat enomenologi berdasarkan pemikiran Brentano. Dalam pengertian suatu metode, Kant dan Husserl mengatakan bahwa apa yang dapat di amati hanyalah fenomena, bukan neumenon atau sumber gejala itu sendiri. Dengan demikian, terhadap sesuatu yang di amatinterddapat hal-hal yang membuat pengamatannya tidak murni sehingg Perlu ada reduksi. jadi, pengamatan biasa akan menimbulkan bias. Meskipun pengamatannya merupakan hal biasa pada manusia umumnya, hal tersebut tidak memuaskan filosof dan orang-orang yang menginginkan kebenaran secara murni. Adapun hal yang harus di lakukan adalah pertama-tama reduksi fenomenologi atau disebut juga reduksi epochal, menjadikan apa yang bukan bagian saya menjadi bagian saya. Tiga hal yang perlu di sisihkan dari usaha menginginkan kebenaran yang murni, yaitu :
      a.    Membebaskan diri dari anasir atau unsur subjektif
      b.   Membebaskan diri dari kungkungan teori, dan hipotesis, serta
      c.    Membebaskan diri dari doktrin-doktrin nasional

Setelah mengalami reduksi tingkat pertama, yaitu reduksi fenomenologi atau reduksi epochal, fenomena yang di hadapi menjadi fenomena yang murni, tetapi belum mencapai hal yang mendasar atau makna sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan reduksi kedua yang di sebut reduksi eiditis. Melalui reduksi kedua, fenomena yang di hadapi mampu mencapai inti atau esensi. Kedua esensi tersebut adalah mutlak. selain kedua reduksi tersebut, ada pula reduksi ketiga dan berikutnya dengan maksud mendapatkan pengamatan yang murni, tidak terkotori oleh unsur apapun, serta mencari kebenaran yang tertinggi.

sumber :
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A & Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum  “Dari Metologi Sampai Teofilosofi”, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

0 komentar:

Posting Komentar

Kamis, 08 Desember 2016

FENOMENOLOGISME

Diposting oleh Unknown di 22.18
 Seorang ahli berpendapat bahwa fenomenologi hanya suatu gaya berpikir, bukan suatu mazhab filsafat. Sementara itu, anggapan para ahli tertentu lebih mengartikan fenomenologi sebagai suatu metode dalam mengamati, memahami, mengartikan dan memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat. Khusus dalam pengertian aliran filsafat, beberapa ahli berpendapat bahwa dengan fenomenologi sebagai mazhab filsafat telah terjadi inkonsistensi, antara lain anjuran untuk membebaskan dari asumsi asumsi dalam reduksinya. Sebagai mazhab filsafat, pada kenyataannya, fenomenologi memiliki asumsi-asumsi sebagai dasarnya.
          Edmund Husserl,seorang filosof dan matematikus mengenai intensionalitas atau pengarahan melahirkan filsafat enomenologi berdasarkan pemikiran Brentano. Dalam pengertian suatu metode, Kant dan Husserl mengatakan bahwa apa yang dapat di amati hanyalah fenomena, bukan neumenon atau sumber gejala itu sendiri. Dengan demikian, terhadap sesuatu yang di amatinterddapat hal-hal yang membuat pengamatannya tidak murni sehingg Perlu ada reduksi. jadi, pengamatan biasa akan menimbulkan bias. Meskipun pengamatannya merupakan hal biasa pada manusia umumnya, hal tersebut tidak memuaskan filosof dan orang-orang yang menginginkan kebenaran secara murni. Adapun hal yang harus di lakukan adalah pertama-tama reduksi fenomenologi atau disebut juga reduksi epochal, menjadikan apa yang bukan bagian saya menjadi bagian saya. Tiga hal yang perlu di sisihkan dari usaha menginginkan kebenaran yang murni, yaitu :
      a.    Membebaskan diri dari anasir atau unsur subjektif
      b.   Membebaskan diri dari kungkungan teori, dan hipotesis, serta
      c.    Membebaskan diri dari doktrin-doktrin nasional

Setelah mengalami reduksi tingkat pertama, yaitu reduksi fenomenologi atau reduksi epochal, fenomena yang di hadapi menjadi fenomena yang murni, tetapi belum mencapai hal yang mendasar atau makna sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan reduksi kedua yang di sebut reduksi eiditis. Melalui reduksi kedua, fenomena yang di hadapi mampu mencapai inti atau esensi. Kedua esensi tersebut adalah mutlak. selain kedua reduksi tersebut, ada pula reduksi ketiga dan berikutnya dengan maksud mendapatkan pengamatan yang murni, tidak terkotori oleh unsur apapun, serta mencari kebenaran yang tertinggi.

sumber :
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A & Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Umum  “Dari Metologi Sampai Teofilosofi”, Bandung: Pustaka Setia, 2008.

0 komentar on "FENOMENOLOGISME"

Posting Komentar