Jean-Paul Sartre (lahir di Paris,
Perancis, 21 Juni 1905 – meninggal di Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun)
adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan
aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding
esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat
dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari
komitmen-komitmennya pada masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya,
satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à
être libre). Pada tahun 1964 ia diberi Hadiah Nobel Sastra, namun Jean-Paul
Sartre menolak. Ia meninggal dunia pada 15 April 1980 di sebuah rumah sakit di
Broussais (Paris). Upacara pemakamannya dihadiri kurang lebih 50.000 orang.
Pasangannya adalah seorang filsuf wanita bernama Simone de Beauvoir. Sartre
banyak meninggalkan karya penulisan diantaranya berjudul Being and Nothingness
atau Ada dan Ketiadaan.
Simone de Beauvoir (diucapkan [simɔn
də boˈvwaʀ] dalam bahasa Perancis; lahir di Paris, 9 Januari 1908 – meninggal
di Paris, 14 April 1986 pada umur 78 tahun) dikenal sebagai tokoh feminisme
modern dan ahli filsafat yang terkenal pada awal abad ke-20 dan juga merupakan
pengarang novel, esai, dan drama dalam bidang politik dan hal ilmu sosial. Ia
dikenal karena karyanya dalam politik, filsafat, eksistensialisme, dan
feminisme, terutama karya Le Deuxième Sexe yang diterbitkan tahun 1949.
Eksistensialisme adalah aliran
filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab
atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan
mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran
bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu
yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu
aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme
mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat
kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah
melulu soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas
itu? dan sesuai dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme
menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu
sendiri.
Dalam studi sekolahan filsafat
eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal
dengan diktumnya "human is condemned to be free", manusia dikutuk
untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia bertindak.
Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis
adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde
baru", apakah eksistensialisme mengenal
"kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
"kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain.
Namun, menjadi eksistensialis,
bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa
keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi
bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari
eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan
sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme.
Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti
dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan
oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang
tua, atau keinginan sendiri.
Kaum eksistensialis menyarankan
kita untuk membiarkan apa pun yang akan kita kaji, baik itu benda, perasaaan,
pikiran, atau bahkan eksistensi manusia itu sendiri untuk menampakkan dirinya
pada kita. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka diri terhadap pengalaman,
dengan menerimanya, walaupun tidak sesuai dengan filsafat, teori, atau
keyakinan kita.
0 komentar:
Posting Komentar