Dalam
pembahasan tentang epistemologi Al Farabi ini, sangat tidak bisa dilepaskan
dari pandangannya tentang logika. Hal ini tercermin dalam bukunya kitabu
arai ahlul madinatil fadhilah yang
membahas dan mengkategorikan keduanya ke dalam epistemologi pemikirannya. Secara
umum, pemikiran epistemologis Al Farabi sangat erat dan bertalian dengan
persoalan idea dimana pengetahuan tidak lain adalah pengingatan kembali
sebagaimana dikatakan oleh plato, dimana ketika manusia melihat objek-objek
yang dapat di indera adalah sebuah proses pengingatan kembali. Namun selain
itu, Al Farabi juga berpegang pada pandangan Aristoteles tentang abtraksi
terhadap objek-objek dengan tidak menyinggung kehidupan jiwa manusia ke dalam
alam idea sebelum turun ke bumi. Sehingga menurut Al Farabi (dalam hal
tersebut), bahwa pengetahuan tidak lain adalah tidak lain hanya mengabstrakkan
terhadap objek-objek inderawi.
Logika
sendiri dalam pandangan Al Farabi (sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
bahwa epistemologi Al Farabi tidak bisa dilepaskan dari pandangannya tentang
logika) adalah pedoman umum dalam hukum berfikir yang mana mengatur kebenaran
pikiran dan memandu manusia ke arah jalan kepercayaan dan kebenaran ke dalam
segala sesuatu yang dapat dimengerti, dimana ketika hal tersebut kemungkinan besar
menuju kesalahan yang fatal.
Dalam
membahas tentang logika ini, Al Farabi mengemukakan beberapa pandangan
tentangnya yakni tentang kegunaan logika, ruang lingkup logika dan
bagian-bagian logika. Dalam pembahasan mengenai kegunaan logika, Al Farabi
berpandangan bahwa maksud dengan adanya logika adalah agar manusia dapat
membenarkan pemikiran orang lain atau pemikiran manusia itu sendiri sehingga
tidak ada kerancuan dan saling salah menyalahkan dalam pemikiran itu sendiri.
Adapun ruang lingkup logika menurut Al Farabi, meliputi segala macam pemikiran
yang bisa diutarakan dalam bentuk kata-kata dan segala macam jenis kata-kata
yang dalam kedudukannya bisa digunakan sebagai alat untuk menyatakan pikiran
tersebut. Selanjutnya, dalam hal bagian-bagian logika menurut pandangannya
adalah tersusun atas delapan bagian yakni :
1. Kategori
(al maqulat assajr) yakni
uraian-uraian tentang term yang pertama (single term) dan aturan yang mengatur
uraian-uraian tersebut.
2. Kata-kata
atau interpretasi (al ibarah)
yang mana menguraikan tentang preposisi-preposisi atau gabungan dari berbagai
ekspresi yang ada.
3. Analogi
yang pertama (al qiyas) yakni
uraian-uraian tantang aturan-aturan percakapan secara umum.
4. Analogi
yang kedua (al burhan) yakni
uraian-uraian tentang aturan-aturan dalam mengungkapkan atau mendemonstrasikan
argumen-argumen.
5. dialektis
(djadal) yakni uraian-uraian
tentang pertukaran argumen secara dialektis melalui tanya jawab.
6. Shopistic
(mughalatah) yakni mengutamakan
keraguan terlebih dahulu dalam proses berfikir.
7. Retorika
(khatabah) yakni uraian-uraian
tentang argumen-argumen retoris dan jenis-jenis pidato atau orasi dan kefasihan
dalam mengarahkan pembicaraan.
8. Syair
(syi’ir) yakni uraian-uraian
tentang persoalan-persoalan dalam wacana yang sangat puitis, jenis-jenisnya dan
aturan-aturan dalam penyusunan syair atau mengenai ilmu tentang persajakan.
Dari pemaparan
diatas, dapat dilihat bahwa sejatinya dalam urusan epistemologi (meski sangat
dipengaruhi oleh pemikiran Aristoteles) khususnya dalam hal logika, Al Farabi
tetap memiliki pandangan tersendiri dalam menguraikan hukum-hukum logika itu
sendiri. Sehingga ia juga dikenal sebagai al mu’allim ats tsaniy (guru kedua) dalam dunia
pemikiran Islam karena guru yang pertama adalah Aristoteles yang sebelumnya
telah menanamkan sebuah pakem logika.
0 komentar:
Posting Komentar